Masih ingatkah kalian dengan kata-kata bapak M. Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di twitter "Perbedaan
UN terbukti tidak membuat peringkat Indonesia naik dari tahun 2003-2012, ini peringkat Indonesia :
Sekarang, pernahkah kalian membaca surat terbuka untuk Pak M. Nuh dari Nurmillaty Abadiah siswi SMA Kadijah Surabaya? Jika belum, kalian perlu membacanya di wp.me/p4x9ZO-2Y atau kalian bisa membaca-baca timeline @AyoTolakUN. Bahkan sudah ada Petisi Tolak UN yang bisa kalian tanda tangani jika kalian mendukung aksi Tolak UN di http://t.co/QHuoaWzldb. Surat tersebut sangat panjang namun mudah dimengerti, jika kalian membacanya saya yakin kalian akan mengerti kenapa banyak sekali Pelajar, Masyarakat maupun Professor ternama yang mendukung penghapusan UN. Namun, satu paragraf yang sangat terkenal dari surat Nurmillaty Abadiah tersebut adalah ini :
ya, surat tersebut sangat berani dan dibuat oleh seorang anak SMA yang kritis. Namun apa tanggapan Pak M. Nuh? hmm :) beliau tidak percaya bahwa tulisan tersebut adalah tulisan seorang anak SMA, padahal Nurmillaty dan Gurunya berkata bahwa surat itu ASLI tulisan Nurmillaty. Namun bukan hal itu yang membuat saya terkejut dan menandatangani petisi tolak UN. apa kalian kemarin tanggal 3 Mei 2014 melihat TvOne? Disana ada acara Satu Jam Lebih Dekat Bersama Muhammad Nuh dimana Pak M. Nuh akan bertemu dengan Nurmillaty Abadiah. Saat mendengar ini saya lumayan senang karena Pak Nuh akhirnya menanggapi setelah sebelumnya tidak percaya. Namun rasa senang saya luntur seketika saat Pak M. Nuh berkata "saya belum baca, tapi saya dengar," bagai disambar petir saya melongo. Mengapa Pak M. Nuh memberi komentar bahwa beliau tidak percaya itu tulisan anak SMA jika beliau belum membaca suratnya? Tidak hanya sampai disitu, kekecewaan saya berlanjut saat Ayah dari Nurmillaty Abadiah membuat status difacebooknya :
jika kalian ingin tahu lebih dalam kalian dapat melihat timeline @AyoTolakUN. Saya telah membaca ternyata soal UN yang keluar tidak sesuai dengan kisi-kisi yang telah dipelajari oleh pelajar di Indonesia. Mereka mengatakan bahwa soal tersebut sangat jauh berbeda dan membuat mereka menangis karena tidak bisa mengerjakannya. Dan Pak M. Nuh baru mengumumkan bahwa soal itu berstandar Internasional setelah UN selesai, membuat para siswa merasa usaha dan kerja kerasnya sia-sia karena setiap hari belajar mati-matian tapi soal yang keluar jauh sekali. Tidak hanya itu, ternyata Kemendikbud tidak mentaati putusan MA yang melarang UN, Jokowi, Ahok, Sultan Jogja dan Guru Besar lainnya pun setuju bahwa UN tidak bisa menjadi dasar pertimbangan kepintaran dan kecerdasan siswa, karena siswa seharusnya bukan dinilai HASILnya saja tetapi PROSESnya, proses siswa selama 3 tahun bersekolah. Petisi Tolak UN pun begitu, Petisi tersebut tidak sembarangan, Petisi tersebut didukung oleh banyak Guru Besar, Pelajar dan Masyarakat.
Sekedar tambahan saja, saya juga miris membaca salah satu pendapat tentang UN ini :
sekali lagi, saya hanya ingin mengutarakan pendapat saya mengenai fakta-fakta UN yang telah saya baca dan keprihatinan saya terhadap sistem pendidikan di Indonesia yang belum mampu menaikkan peringkat Indonesia. Sebenarnya masih banyak lagi fakta yang ingin saya utarakan namun banyaknya hal yang telah saya baca dan pahami tidak mungkin saya update semua.
Jadi, haruskah UN dihapuskan? itu pendapat kalian masing-masing, karena setiap orang memiliki pendapat yang berbeda :)
0 comments:
Post a Comment